Sakit adalah masalah yang selalu menghantui kelangsungan kenyamanan dan kebahagiaan manusia dalam mengarungi masa kehidupannya di dunia ini. Sejarah upaya mengatasi sampai pencegahan berbagai penyakit terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi, sampai terbentuklah cabang ilmu kedokteran yang dirintis oleh Bapak Kedokteran Hipocrates.
Pada sekitar abad 18-19, kemajuan ilmu kimia, khususnya dengan diketemukannya antibiotika penisilin, sangat berperan dalam mengatasi berbagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi, dan berdampak pada peningkatan kualitas hidup dan harapan hidup.
Kemajuan teknologi yang didasari ilmu fisika sangat mendominasi kemajuan ilmu kedokteran, khususnya dalam mendeteksi kelainan yang sudah terjadi, sehingga dengan mudah dapat diketahui berbagai kelainan pada organ tubuh, seperti adanya sumbatan pada pembuluh darah jantung (pembuluh koroner), gangguan anatomis maupun batu di ginjal dan berbagai kelainan bentuk yang diakibatkannya, berbagai tumor dan sebagainya.
Kemajuan ilmu fisika dibidang nuklir juga sangat bermanfaat dalam mendeteksi serta mengobati berbagai bentuk tumor ganas. Kemajuan teknologi serta teknik berbagai cara dan prosedur pembedahan sangat bermanfaat bagi upaya manusia dalam mengatasi berbagai penyakit yang ada.
Walaupun kemajuan bidang kedokteran sudah begitu hebat, tetapi manusia belum bisa bebas dari berbagai gangguan penyakit, khususnya keganasan, alergi, autoimun, infeksi beberapa virus tertentu dan yang sangat menonjol adalah gangguan kesehatan jiwa, mulai yang paling ringan seperti fobia, kecemasan, depresi, trauma sampai schizophrenia.
Tanpa disadari, ilmu fisika berkembang dengan sangat cepat di luar perkiraan, terutama dengan diketemukannya komputer yang sangat bermanfaat di segala bidang. Awal abad ke 21 ini ditandai dengan kemajuan fisika quantum yang sangat berpengaruh terhadap semua aspek.
Dari sudut pandang fisika quantum, seluruh kebendaan yang ada di alam semesta ini, termasuk manusia, bukan hanya terdiri dari bentuk kebendaan dan kimia saja, tetapi merupakan bentuk energi yang di padatkan dengan berbagai frekuensi yang sangat spesifik dari masing masing sel dan organ tubuhnya.
Teknologi elektromagnet yang digabungkan dengan teknologi fotografi telah berhasil memperlihatkan “aura” manusia sebagai refleksi gelombang elektromagnet secara visual atau kasat mata, bahkan ahli dari Jepang berhasil memperlihatkan “chakra” secara visual.
Dari sudut pandang fisika quantum berbagai kelainan diawali dengan gangguan ataupun perubahan frekwensi dari sel maupun organ tubuh, yang apabila sel atau organ tubuh tersebut tidak mampu atau tidak bisa melakukan koreksi, akan diikuti dengan gangguan berikutnya, yaitu perubahan pada tingkat kimiaw yang saat ini sangat mudah diketahui dengan pemeriksaan laboratorium kimia darah, urin, cairan tubuh lainnya ataupun feses.
Apabila kondisi ini tetap berlanjut dan tubuh tidak mampu melakukan koreksi, maka kelainan akan berlanjut ke tingkat kebendaan dalam bentuk kelainan organ tubuh. Dengan demikian berbagai upaya perbaikan gangguan yang terjadi pada manusia dalam bentuk berbagai penyakit, tentunya tidak hanya bisa diatasi dengan melakukan intervensi ataupun manipulasi kebendaan atau fisik seperti berbagai tindakan bedah dan manipulasi ataupun intervensi tingkat kimia dengan pemberian berbagai bahan kimia baik itu herbal, natural maupun bahan bahan sintetis, tetapi seharusnya juga harus disertai dengan intervensi pada tingkat energi dengan melakukan manipulasi atau intervensi berbagai frekwensi, sehingga penanganan gangguan bisa dilakukan secara holistik atau menyeluruh, mulai dari tingkat energi, kimiawi sampai dengan kebendaan (fisik).
Akhir akhir ini telah dikembangkan berbagai alat yang bergerak di bidang fisika quantum yang berhubungan dengan berbagai masalah gangguan frekwensi yang terjadi pada tubuh manusia. Berbagai kondisi yang berhubungan dengan kejiwaan seperti trauma, kecemasan, depresi dst, seringkali hanya terjadi pada tingkat energi yang berpengaruh pada ketidakseimbangan ataupun perubahan reaksi kimiawi, terutama berbagai zat kimia di otak (neurotransmiter) yang tidak pernah mengakibatkan kerusakan ataupun gangguan organ otak secara fisik.
Apabila tubuh tidak mampu melakukan koreksi maka akan terjadi hambatan emosional (emotional blockage) yang bisa berlanjut menjadi gangguan pada organ lain selain otak, misalnya jantung, alat gerak, sistem pencernaan, dll. Gangguan frekwensi di otak dan berbagai hambatan energi yang berhubungan dengan kondisi tersebut di atas dapat dengan mudah dikenali oleh alat yang dikenal dengan nama SCIO.
SCIO alat yang dengan bantuan komputer dapat mengenali berbagai gangguan frekwensi yang terjadi pada tubuh manusia, sekaligus memperbaikinya. Koreksi tentunya tidak dilakukan sekali, tetapi bisa beberapa kali sampai dapat dirasakan perbaikannya. Apabila alat ini dioperasikan oleh seorang dokter, tentunya akan jauh lebih tepat dan berhasilguna dalam upaya penyembuhan sakit.
MAU TIDAK MAU, SUKA TIDAK SUKA, tuntutan manusia terhadap upaya penyembuhan berbagai penyakit akan menyeret pendekatan fisika quantum semakin jauh memasuki kehidupan bidang kesehatan, apabila dokter tidak mau karena menganggap bahwa aspek ini bukanlah ilmu kedokteran, maka tidak mustahil disiplin keilmuan lain akan mengambil alih aspek quantum dalam upaya peningkatan kesembuhan.
Sebetulnya, kalau kita jujur dan mencoba melihat aspek sakit lebih dalam lagi, orang tidak hanya mencari “dokter” dengan ilmu kedokterannya, tetapi mencari penyembuh dengan berbagai pendekatan yang tidak tidak semuanya tercantum dan diakui dalam ilmu kedokteran formal. Keterbukaan seorang dokter akan memperluas kemampuannya menjadi seorang penyembuh yang sangat diharapkan dapat membantu orang lain untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
Ketertutupan dokter dalam kemajuan berbagai keilmuan tidak hanya berdampak pada dirinya saja, tetapi dapat menutup kesempatan seseorang untuk mencapai tingkat kesehatan yang lebih tinggi. Di Eropa sudah mulai terjadi campur tangan orang orang dengan disiplin ilmu bukan kedokteran, seperti teknik elektro bahkan akuntansi dalam membantu manusia sakit untuk memperoleh tingkat kesembuhan yang lebih baik, hal ini terjadi bukan berarti mereka berupaya mengambil alih peran dokter, tetapi mereka melihat fakta adanya penolakan yang sangat keras dari kaum dokter dengan ilmu kedokterannya, sedangkan masyarakat sakit perlu bantuan, sehingga mereka yang bukan dokter mulai terjun dalam dunia kesehatan, bukan dunia kedokteran.
Mereka tidak akan dituntut karena mereka tidak pernah dan tidak akan membuatkan resep obat yang seperti layaknya seorang dokter, ataupun merekomendasikan obat atau herbal tertentu, mereka juga tidak pernah melarang orang sakit berobat ke dokter, mereka hanya membantu mengupayakan koreksi frekwensi yang terdeteksi oleh alat SCIO, selanjutnya tinggal mengamati proses perbaikannya.
Apabila seorang dokter memilih pemeriksaan penunjang sesuai perkiraannya sendiri untuk membantu menegakkan diagnosis, SCIO akan menunjukkan gangguan frekwensi yang merupakan prioritas untuk dilakukan koreksi, dan SCIO bukanlah alat untuk menegakkan diagnosis seperti yang dilakukan olek dokter.Seseorang yang misalnya sama sama didiagnosis radang sendi oleh dokter, belum tentu mempunyai prioritas koreksi frekwensi yang sama, tergantung sepenuhnya dari informasi yang direkam oleh SCIO.
info lebih lanjut liat di http://scioindo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar