Selasa, 23 Juni 2009

MILK ADDICTED



Susu Sapi Bukan untuk Manusia


TIDAK ada makhluk di dunia ini yang ketika sudah dewasa masih minum
susu -kecuali manusia. Lihatlah sapi, kambing, kerbau, atau apa pun:
begitu sudah tidak anak-anak lagi tidak akan minum susu. Mengapa manusia
seperti menyalahi perilaku yang alami seperti itu?

"Itu gara-gara pabrik susu yang terus mengiklankan produknya," ujar Prof
Dr Hiromi Shinya, penulis buku yang sangat laris: The Miracle of Enzyme
(Keajaiban Enzim) yang sudah terbit dalam bahasa Indonesia dengan judul
yang sama. Padahal, katanya, susu sapi adalah makanan/minuman paling buruk
untuk manusia. Manusia seharusnya hanya minum susu manusia. Sebagaimana
anak sapi yang juga hanya minum susu sapi. Mana ada anak sapi minum susu
manusia, katanya.

Mengapa susu paling jelek untuk manusia? Bahkan, katanya, bisa menjadi
penyebab osteoporosis? Jawabnya: karena susu itu benda cair sehingga
ketika masuk mulut langsung mengalir ke kerongkongan. Tidak sempat
berinteraksi dengan enzim yang diproduksi mulut kita. Akibat tidak
bercampur enzim, tugas usus semakin berat. Begitu sampai di usus, susu
tersebut langsung menggumpal dan sulit sekali dicerna. Untuk bisa
mencernanya, tubuh terpaksa mengeluarkan cadangan "enzim induk" yang
seharusnya lebih baik dihemat. Enzim induk itu mestinya untuk pertumbuhan
tubuh, termasuk pertumbuhan tulang. Namun, karena enzim induk terlalu
banyak dipakai untuk membantu mencerna susu, peminum susu akan lebih mudah
terkena osteoporosis.

Profesor Hiromi tentu tidak hanya mencari sensasi. Dia ahli usus terkemuka
di dunia. Dialah dokter pertama di dunia yang melakukan operasi polip dan
tumor di usus tanpa harus membedah perut. Dia kini sudah berumur 70 tahun.
Berarti dia sudah sangat berpengalaman menjalani praktik kedokteran.. Dia
sudah memeriksa keadaan usus bagian dalam lebih dari 300.000 manusia
Amerika dan Jepang. Dia memang orang Amerika kelahiran Jepang yang selama
karirnya sebagai dokter terus mondar-mandir di antara dua negara itu.

Setiap memeriksa usus pasiennya, Prof Hiromi sekalian melakukan
penelitian. Yakni, untuk mengetahui kaitan wujud dalamnya usus dengan
kebiasaan makan dan minum pasiennya. Dia menjadi hafal pasien yang ususnya
berantakan pasti yang makan atau minumnya tidak bermutu. Dan, yang dia
sebut tidak bermutu itu antara lain susu dan daging.

Dia melihat alangkah mengerikannya bentuk usus orang yang biasa makan
makanan/minuman yang "jelek": benjol-benjol, luka-luka, bisul-bisul,
bercak-bercak hitam, dan menyempit di sana-sini seperti diikat dengan
karet gelang. Jelek di situ berarti tidak memenuhi syarat yang diinginkan
usus. Sedangkan usus orang yang makanannya sehat/baik, digambarkannya
sangat bagus, bintik-bintik rata, kemerahan, dan segar.

Karena tugas usus adalah menyerap makanan, tugas itu tidak bisa dia
lakukan kalau makanan yang masuk tidak memenuhi syarat si usus. Bukan saja
ususnya kecapean, juga sari makanan yang diserap pun tidak banyak...
Akibatnya, pertumbuhan sel-sel tubuh kurang baik, daya tahan tubuh sangat
jelek, sel radikal bebas bermunculan, penyakit timbul, dan kulit cepat
menua. Bahkan, makanan yang tidak berserat seperti daging, bisa menyisakan
kotoran yang menempel di dinding usus: menjadi tinja stagnan yang kemudian
membusuk dan menimbulkan penyakit lagi.

Karena itu, Prof Hiromi tidak merekomendasikan daging sebagai makanan. Dia
hanya menganjurkan makan daging itu cukup 15 persen dari seluruh makanan
yang masuk ke perut. Dia mengambil contoh yang sangat menarik, meski di
bagian ini saya rasa, keilmiahannya kurang bisa dipertanggungjawabkan.
Misalnya, dia minta kita menyadari berapakah jumlah gigi taring kita, yang
tugasnya mengoyak-ngoyak makanan seperti daging: hanya 15 persen dari
seluruh gigi kita. Itu berarti bahwa alam hanya menyediakan infrastruktur
untuk makan daging 15 persen dari seluruh makanan yang kita perlukan.

Dia juga menyebut contoh harimau yang hanya makan daging. Larinya memang
kencang, tapi hanya untuk menit-menit awal. Ketika diajak "lomba lari"
oleh mangsanya, harimau akan cepat kehabisan tenaga. Berbeda dengan kuda
yang tidak makan daging. Ketahanan larinya lebih hebat.

Di samping pemilihan makanan, Prof Hiromi mempersoalkan cara makan.
Makanan itu, katanya, harus dikunyah minimal 30 kali. Bahkan, untuk
makanan yang agak keras harus sampai 70 kali. Bukan saja bisa lebih
lembut, yang lebih penting agar di mulut makanan bisa bercampur dengan
enzim secara sempurna. Demikian juga kebiasaan minum setelah makan
bukanlah kebiasaan yang baik. Minum itu, tulisnya, sebaiknya setengah jam
sebelum makan. Agar air sudah sempat diserap usus lebih dulu.

Bagaimana kalau makanannya seret masuk tenggorokan? Nah, ini dia,
ketahuan. Berarti mengunyahnya kurang dari 30 kali! Dia juga menganjurkan
agar setelah makan sebaiknya jangan tidur sebelum empat atau lima jam
kemudian. Tidur itu, tulisnya, harus dalam keadaan perut kosong. Kalau
semua teorinya diterapkan, orang bukan saja lebih sehat, tapi juga panjang
umur, awet muda, dan tidak akan gembrot.

Yang paling mendasar dari teorinya adalah: setiap tubuh manusia sudah
diberi "modal" oleh alam bernama enzim-induk dalam jumlah tertentu yang
tersimpan di dalam "lumbung enzim-induk". Enzim-induk ini setiap hari
dikeluarkan dari "lumbung"-nya untuk diubah menjadi berbagai macam enzim
sesuai keperluan hari itu. Semakin jelek kualitas makanan yang masuk ke
perut, semakin boros menguras lumbung enzim-induk. Mati, menurut dia,
adalah habisnya enzim di lumbung masing-masing.

Maka untuk bisa berumur panjang, awet muda, tidak pernah sakit, dan
langsing haruslah menghemat enzim-induk itu. Bahkan, kalau bisa ditambah
dengan cara selalu makan makanan segar. Ada yang menarik dalam hal makanan
segar ini. Semua makanan (mentah maupun yang sudah dimasak) yang sudah
lama terkena udara akan mengalami oksidasi. Dia memberi contoh besi yang
kalau lama dibiarkan di udara terbuka mengalami karatan. Bahan makanan pun
demikian.

Apalagi kalau makanan itu digoreng dengan minyak. Minyaknya sendiri sudah
persoalan, apalagi kalau minyak itu sudah teroksidasi. Karena itu, kalau
makan makanan yang digoreng saja sudah kurang baik, akan lebih parah kalau
makanan itu sudah lama dibiarkan di udara terbuka. Minyak yang oksidasi,
katanya, sangat bahaya bagi usus. Maksudnya, mengolah makanan seperti itu
memerlukan enzim yang banyak.

Apa saja makanan yang direkomendasikan? Sayur, biji-bijian, dan buah.
Jangan terlalu banyak makan makanan yang berprotein.. Protein yang
melebihi keperluan tubuh ternyata tidak bisa disimpan. Protein itu harus
dibuang. Membuangnya pun memerlukan kekuatan yang ujung-ujungnya juga
berasal dari lumbung enzim. Untuk apa makan berlebih kalau untuk mengolah
makanan itu harus menguras enzim dan untuk membuang kelebihannya juga
harus menguras lumbung enzim.

Prof Hiromi sendiri secara konsekuen menjalani prinsip hidup seperti itu
dengan sungguh-sungguh. Hasilnya, umurnya sudah 70 tahun, tapi belum
pernah sakit. Penampilannya seperti 15 tahun lebih muda. Tentu sesekali
dia juga makan makanan yang di luar itu. Sebab, sesekali saja tidak
apa-apa. Menurunnya kualitas usus terjadi karena makanan "jelek" itu masuk
ke dalamnya secara terus-menerus atau terlalu sering.

Terhadap pasiennya, Prof Hiromi juga menerapkan "pengobatan" seperti itu.
Pasien-pasien penyakit usus, termasuk kanker usus, banyak dia selesaikan
dengan "pengobatan" alamiah tersebut.. Pasiennya yang sudah gawat dia minta
mengikuti cara hidup sehat seperti itu dan hasilnya sangat memuaskan.
Dokter, katanya, banyak melihat pasien hanya dari satu sisi di bidang
sakitnya itu. Jarang dokter yang mau melihatnya melalui sistem tubuh
secara keseluruhan. Dokter jantung hanya fokus ke jantung. Padahal,
penyebab pokoknya bisa jadi justru di usus. Demikian juga dokter-dokter
spesialis lain. Pendidikan dokter spesialislah yang menghancurkan ilmu
kedokteran yang sesungguhnya.

Saya mencoba mengikuti saran buku ini sebulan terakhir ini. Tapi, baru
bisa 50 persennya. Entah, persentase itu akan bisa naik atau justru turun
lagi sebulan ke depan.

Yang menggembirakan dari buku Prof Hiromi ini adalah: orang itu harus
makan makanan yang enak. Dengan makan enak, hatinya senang. Kalau hatinya
sudah senang dan pikirannya gembira, terjadilah mekanisme dalam tubuh yang
bisa membuat enzim-induk bertambah. Nah..... gan pei !
Dokter dan ahli gizi pada umumnya menyarankan pasiennya yang menderita osteoporosis
untuk mengonsumsi lebih banyak susu dan produk susu lainnya karena mengandung kalsium tinggi.
Kedengarannya cukup masuk diakal, tetapi tidak akan berhasil.
Orang Amerika dan Eropa Utara mengonsumsi 800 mg - 1200 mg kalsium sehari,
tapi tetap saja mereka lebih menderita osteoporosis daripada orang Asia dan Afrika
yang mengonsumsi 300 mg - 500 mg kalsium per hari.

Penyebab utama osteopororis adalah terlalu banyak mengonsumsi acidic yang berasal
dari daging, gula dan bahan-bahan yang mengandung kimia.
Untuk menetralisir aciditas tersebut, tubuh mengambil kalsium (alkalin) dari tulang.
Sehingga masalah osteoporosis bukanlah bahwa seseorang itu tidak cukup memakan kalsium.

Masalahnya adalah mereka kehilangan kalsium.
Dengan demikian, mengasup lebih banyak kalsium ke dalam tubuh bukanlah jawabannya,
karena Anda bisa kehilangan lebih banyak daripada yang Anda asup
(misalnya dengan tetap memakan daging, gula, dan bahan-bahan kimia lainnya).

Apabila ektra kalsium ini berasal dari makanan yang mengandung protein tinggi seperti susu, keju dan es krim,
itu akan memperburuk keadaan. karena makanan ini adalah pembentuk acid.
Makanan-makanan ini menyebabkan tubuh kehilangan banyak kalsium.

Solusi utama adalah membuat tubuh menjadi alkalin.
Dengan memakan lebih banyak sayuran dan menghindari makanan pembentuk acid
seperti daging, gula dan bahan-bahan kimia.
Kelihatannya, dokter, ahli gizi dan perusahaan susu adalah keliru bila mereka mengatakan
bahwa susu adalah sumber terbaik untuk kalsium.
Lebih banyak kalsium yang bisa ditemukan di biji2an (khususnya biji wijen = sesame seeds)
dan rumput laut (jenis hijiki). Biji2an ini mengandung 14 kali lebih banyak kalsium dari susu.
Selain itu, biji2an ini juga pembentuk alkalin, makanan ini menyediakan kalsium tanpa
membentuk acid yang menghilangkan kalsium dari tulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar