Kamis, 17 Desember 2009

Kenali Dini Hepatitis

SETIAP orang berisiko terkena radang hati atau hepatitis. Lakukan antisipasi dini melalui vaksinasi dan skrining hepatitis, karena penyakit ini bisa hadir tanpa gejala.

Hepatitis merupakan suatu penyakit peradangan pada hati. Hingga kini telah ditemukan tujuh virus penyebab hepatitis yang dinamai menurut abjad, yaitu hepatitis A, B, C, D, E, G, dan TT. Namun, paling populer adalah hepatitis A, B dan C.

Menurut dr Hardianto Setiawan Ong SpPD dari RS Siloam Jakarta, hepatitis A biasanya relatif tidak berat dan bisa sembuh dengan sendirinya (self limiting) asalkan yang bersangkutan cukup beristirahat (sekitar 1 bulan bedrest). Virus hepatitis A (VHA) menular lewat fekal-oral, misalnya melalui makanan yang tidak higienis atau tidak dimasak sempurna.

Adapun hepatitis B dan C harus lebih diwaspadai karena bisa menjadi kronis. Jika peradangan pada hati akibat infeksi virus hepatitis B (VHB) atau hepatitis C (VHC) sudah pada tahap kronis, organ hati bisa mengerut dan mengecil atau disebut sirosis. Risiko kanker hati atau kematian akibat gagal hati pun mengintai.

Prof Dr H Ali Sulaiman SpPDKGEH mengungkapkan, angka penderita hepatitis B di Indonesia saat ini mencapai 12 juta jiwa, 500.000 di antaranya merupakan penderita aktif. Adapun hepatitis C berkisar 5 juta jiwa, dengan 200.000 pengidap aktif. Uniknya lagi, sebagian besar penyandang hepatitis berada di Jakarta.

"Dari total jumlah pasien hepatitis tersebut, hanya 30 persen saja yang mendapat pengobatan tepat, sisanya sekitar 70 persen nyaris tidak terjamah," ujar pendiri Klinik Hati Prof Dr H Ali Sulaiman itu dalam simposium "Hepatitis B dan C dalam Praktik Klinis Sehari-hari" di Hotel Sahid Jakarta, belum lama ini.

Kelompok penderita hepatitis B dan C sangat berpotensi mengalami penyakit hati menahun, sirosis, bahkan menjadi kanker hati. Untuk itu, penyakit ini diharapkan dapat terdeteksi sedini mungkin.

"Kalaupun sudah positif hepatitis, harus dicegah jangan sampai sirosis. Kalau pengobatannya benar, hepatitis tidak akan jadi sirosis," tandas Kepala Dinas Kesehatan DKI Dr Dien Emawati.

Dokter umum dan dokter puskesmas merupakan dokter lini pertama yang akan ditemui masyarakat ketika mereka sakit. Maka itu, mereka juga perlu dibekali pengetahuan dan kompetensi dalam mendiagnosis serta menangani Hepatitis dengan benar. Saat ini ratarata puskesmas dan rumah sakit juga sudah menyediakan fasilitas skrining hepatitis. "Biayanya cukup murah. Dengan Rp5.000-10.000 sudah bisa terdeteksi," tukas Ali.

Mereka yang terdiagnosa positif hepatitis harus selekasnya menjalani pengobatan dan mematuhinya. Sementara orang di sekelilingnya dapat melakukan upaya perlindungan melalui vaksinasi. Terkait vaksinasi, Dr Julitasari dari Depkes mengatakan bahwa Indonesia sudah menjalankan program imunisasi hepatitis B yang wajib diberikan pada bayi. Namun, program ini baru berjalan sekitar 12 tahun sehingga belum bisa digunakan untuk memantau keberhasilannya dalam menekan angka hepatitis pada orang dewasa.

"Orang dewasa dapat melakukan skrining ataupun imunisasi sebagai langkah pencegahan," saran dia.

Skrining ini menjadi penting mengingat tidak semua orang yang terinfeksi virus hepatitis menampakkan gejala. Terkadang gejalanya sangat ringan sehingga diabaikan. Sebagai contoh, infeksi virus hepatitis C kerap disebut infeksi terselubung (silent infection) karena infeksi dini VHC sering kali tidak bergejala atau bergejala ringan dan tidak khas sehingga terlewatkan. Padahal, dibanding hepatitis B, VHC lebih ganas dan lebih sering menyebabkan penyakit hati menahun.

Kebanyakan orang yang memiliki gejala ringan tidaklah mencari pengobatan ke dokter. Persentase orang dengan infeksi VHC yang terdiagnosis bervariasi mulai dari hanya 5 persen di Inggris sampai 50 persen di Kanada (di Indonesia belum ada angkanya). Banyaknya orang yang tidak terdiagnosis memiliki dampak yang serius di mana mereka dapat bertindak sebagai carrier (pembawa virus) dan menularkannya ke orang lain tanpa disadari.

Beberapa kelompok risiko tinggi hepatitis C adalah pemakai narkoba suntik, penerima darah atau produk darah sebelum tahun 1992 atau yang belum diskrining VHC pada Bank Darah, penerima transplantasi organ yang belum diskrining VHC, pasien hemofilia, pasien cuci darah (hemodialisis), pasien yang menjalani prosedur medis atau gigi dengan alat yang tidak steril, serta tenaga medis yang tertusuk instrumen yang terkontaminasi. Risiko hepatitis juga mengintai orang dengan mitra seksual yang terinfeksi VHC (tanpa kondom), terutama laki-laki homoseksual.

Sebagai tindakan awal, kelompok risiko tinggi sebaiknya mencari tahu bilakah mereka terinfeksi VHC. Caranya, berkonsultasilah dengan dokter (umum, spesialis penyakit dalam ataupun spesialis hati). Bila diperlukan, dokter akan menyarankan pemeriksaan darah untuk memastikan ada tidaknya infeksi VHC.

Beberapa teknik diagnostik yang dikenal, di antaranya pemeriksaan anti-HCV dengan metode ELISA dan pemeriksaan VHC dengan metode PCR. Adapun tes yang paling sensitif dan spesifik adalah pemeriksaan VHC dengan teknik PCR menggunakan Cobas Amplicor Roche Diagnostic

Tidak ada komentar:

Posting Komentar